Kembang api


Kamis, 30 Mei 2019

LEGENDA PANTAI BATU RAKIT BELITUNG (Legend of Batu Rakit Belitung)





PADA zaman dahulu kala di pantai sekitar Pantai muara Sungai



Sering Terjadi ancaman dari para lanun atau bajak laut yang datang merampok, membunuh dan



meculik perempuan,



hidup di pinggir pantai bukanlah sesuatu hal yang menyenangkan bagi penduduk pulau Belitung



pada waktu itu.



Begitu pula dengan kehidupan di derah sijuk pada waktu itu.Penduduk daerah ini lebih memilih



berdiam jauh di hutan-hutan.



Untuk memenuhi kebutuhan hidup , mereka berkebun kecil-kecilan, hasilnya hanya cukup untuk



memenuhi kebutuhan sehari-hari saja.



Di antara penduduk tersebut, adalah seorang dengan gagah berani bernarna Bujang Anom.



Diaa berfikir bahwa hidup dalam bayang—bayang ketakutan sangatlah tidak menyenangkan dan tidak



dapat dibiarkan begitu saja.



Satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah hanya dengan melawan para lanun tersebut.



Bujang Anom dikenal sebagai pemuda yang memiliki kesaktian luar biasa.



Sehari-hari, Bujang Anom suka duduk di atas sebuah batu besar tak jauh dari pantai sekitar



muara Sungai Sijuk.



Dari batu besar itulah ia memantau Jika lanun Datang dan ingin menyerang penduduk yang tinggal



di muara Sungai Sijuk.



Pada suatu hari dari kejauhan nampak benerapa buah perahu mendekat ke arah muara Sungai Sijuk.



Mengetahui kedatangan para lanun tersebut, penduduk pun segera bersiaga.



Bersembunyi di semak—semak dengan senjata siap ditangan.



Sementara itu, Bujang Anom bersiap di atas batu besar tempat ia biasa duduk untuk mengamati



kedatangan para lanun tersebut.



Dengan wajah yang bengis dan senjata terhunus para lanun telah bersiap turun dari perahu.



Namun, belum sempat mereka menginjakkan kaki di Pantai, secara tiba-tiba dari balik sebuah



batu besar muncul seorang pemuda.



Pemuda yang sama sekali tak bersenjata itu adalah Bujang Anom.



Kemunculan Bujang Anom yang sangat tiba-tiba itu, kontan membuaat para lanun Kaget, hingga



mereka urung turun dari perahu.



Hiruk pikuk teriakan para lanun yang siap turun ke pantai pun sontak berubah hening.



Belum habis rasa kaget para lanun itu, tiba-tiba Bujang Anom memungut sebuah kerang besar



berduri sangat tajam. Sekejap kemudian, dengan kedua belah kakinya,

Bujang Anom menyepak-nyepak kerang berduri sangat tajam itu, bak memainkan bola kulit.



Pemandangan itu membuat para lanun kian terperangah. Kejadian seperti itu belumpernah bereka



temui.



Hingga mereka berfikiran, pastilah pemuda yang menyepak kerang berduri tajam tersebut bukan



orang sembarangan.



Tak mau mati konyol, seorang pimpinan para lanun itu turun ke pantai, mendatangi Bujang Anom.



“Hai Anak Muda bolehkaha kami masuk dan menambatkan tali sauh kami” Serunya.



"Tidak bisa!” jawab Bujang Anom. “Daerah ini bukan tempat bagi orang-orang jahat,” lanjutnya



lagi sambil naik ke atas batu tempat ia biasa duduk.





Sambil berdiri di atas batu itu, ia berteriak menantang, "Kalau ada yang berani melewati batU



ini langkahi dulu mayatku !!" Sekejab kemudian Bujang Anom

menendang kerang berduri ke arah sebuah perahu para lanun hingga perahu itu karam dan hanyut



dibawa arus sungai Sijuk.



Melihat situasi tak menguntungkan ini, pemimpin lanun yang tadi berbicara dengan Bujang Anom



bertanya kembali, "Dimanakah penduduk daerah sini ? Siapa kepala

Adatnya?" "Akulah orangnya !" jawab Bujang Anom lantang.



"Seluruh anak buahku dan penduduk sekitar tempat ini, berada di gunung. Selangkah kau maju



seluruh perahumu kuhancur kan," teriak Bujang Anom lagi.



Mendapat jawaban demikian seketika terkesimalah para lanun tadi.



Karena situasi yang tidak menguntungkan tidak jadi melanjutkan rencana jahat mereka.



Seketika mereka memutar balik perahu masing-masing dan kembali ke tengah laut.



Begitu perahu lanun itu berbalik arah menuju ke tengah lautan, seketika itu pula Bujang Anom



menghilang.



Tak ada jejak yang ia tinggalkan, kecuali sebuab batu besar dengan permukaan datar, mirip



sebuah meja.



Sementara penduduk yang dengan senjata tadi mulai keluar dari semak-semak.



sejak kejadian itu, Bujang Anom tak pernah lagi muncul di tengah penduduk.



Singkat cerita, sejak kejadian tersebut, penduduk Kampung Sijuk hidup damai bebas dari



gangguan para lanun.



Merekapun mulai menggantungkan hidup dari hasil laut.



Sementara batu tempat Bujang Anom berdiri, oleh penduduk setempat dinamai Batu Meja --



sebagian penduduk ada yang menyebutnya Batu Rakit dan dikeramatkan.



(Sumber. Buku cerite Kampong, November 2005)

Minggu, 26 Mei 2019

ASAL-USUL NAMA PADANG BUANG ANAK





Asal Usul Nama Padang Buang Anak

Diwirayatkan kira-kira abad XIII, Pulau Belitung mengalami musim Barat Ijau, yakni kemarau panjang yang melebihi kemarau yang datang biasanya. Kemarau ini mengakibatkan dimana—mana terjadi kekurangan air baik untuk keperluan minum maupun kebutuhan rumah tangga.

Tersebutlah, dalam musim tersebut, seorang ibu bernama Dambe’ berjalan terseok-seok sambil menggendong seorang anaknya kesana-kemari. Anak yang ada dalam gendongnya itu baru bisa merangkak. Tangan kirinya menjinjing sebuah gerebog (tempat air berasal dan tempurung kelapa yang diambil dagingnya tanpa memecahkan tempurung, red.). Sementara tangan kanannya mengapit anaknya. Sudah setengah hari Mak Dambe’ mencari air sambil menggendong anaknya itu. Terakhir Ia menyusuri kaki gunung Tajam tapi belum juga mendapatkan air. Sementara anaknya sudah mulai menangis kehausan. Saking haus dan kecapekan ia duduk melepas lelah di atas sebuah batu sambil melavangkan pandangan mencari petunjuk dimana bisa mendapatkan air.

Selang beberapa lama, ia melihat seekor Binat (kura-kura darat, red.) sedang berjalan merambahi tanah menjauh dari batu tempat ia melepas lelah. Melihat binat itu, Mak Darmbe’ pun berfikir untuk mengikuti saja karena pasti ia akan mendatangi sumber air.

Namun ada satu hal yang menghalanginya untuk mengikuti binat tersebut. Anak di pangkuannya bagaimana pun jupa adalah darah dagingnya. Tapi begitu dilihat binat sudah kian menjauh ia memutuskan untuk mengikutinya dan akan meninggalkan anaknya di dekat batu tempatnya beristirahat. Agar anaknya tak pergi kermana-mana, ia pun meletakkan anaknya di atas tanah yang telah dipagari susunan batu berbentuk empat persegi panjang.

Setelah merasa anaknya akan aman dan tidak akan bisa pergi kermana-mana Mak Dambe’ bergegas menyusul binat tadi. Beberapa lama berjalan akhirnya binat yang ia ikuti mengarah ke sebuah lembah. Ternyata di lembah itu terdapat sumber air dari sebuah celah batu. Mak Dambe’ pun segera mengisi gerebog nya dan minum sepuas-puasnya.

Setelah puas minum banulah Mak Dambe’ tersadar bahwa ia harus segera kembali ke batu tempatnya tadi beristirahat untuk mengambil anaknya yang ia tinggalkan di sana. Hampir terbenam matahari barulah Ia mencapai batu tersebut.

Namun, apa yang Ia temui? Susunan batu yang memagari tempat ia menaruh anaknya sudah hancur. Ia pun segera mengamati sekeliling tempat tersebut. Alangkah kagetnya dia. Di tanah tampak bekas kaki seekor binatang berukur sangat besar dan tetasan darah di dekatnya. Mak Dambe’ pun mengikuti tapak kaki binatang tersebut yang ternyata mengarah ke puncak Gunung Tajam. Namun, kendati terus mengikuti tapak kaki itu anaknya tak juga ditemukan.

Tak berhasil menemukan anaknya, dengan rasa sedih, kecewa, menyesal bercampur putus asa dan kehilangan yang sangat, Mak Dambe’ kembali ke pondoknya. Sekembali ke pondoknya, berhari-hari ia tak bercampur dengan tetangganya. Seharian hanya duduk di tangga pondok, menangisi anaknya yang hilang tak tentu rimba.

Lama kelamaan Mak Dambe’ tak tahan mendengar pertanyaan para tetangga karena melihat tingkah lakunya yang lain dari biasa. Ia pun akhirnya menceritakan semua hal ikhwal penderitaannya. Setelah itu barulah tetangganya tahu musibah yang menimpa Mak Dambe’.

Sejak saat itulah masyarakat setempat menyebut daerah dimana Mak Dambe’ telah meninggalkan anaknya sehagai Padang Buang Anak, karena di tempat itulah masyarakat beranggapan Mak Dambe’ telah membuang anaknya.


PASAR TANJUNGPANDAN DI BULAN RAMADHAN





Perjalanan saya kali ini untuk mengajak Teman-teman melihat kegiatan di Pasar Tanjungpandan Menjelang Hari Raya Idul fitri di mana disisi kanan kiri jalan di bangun tenda-tenda dadakan Tempat berjualan untuk lebih jelasnya simak saja video saya berikut ini