BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penulisan
Telah membudaya dikalangan masyarakat
umum, baik masyarakat dari lapisan bawah maupun lapisan atas, ketika terlaksana
pernikahan akan dilaksanakan pula sebuah perayaan dalam rangka mensyukuri
terselenggaranya momen tersebut. Dalam merayakannya itupun sangat variatif. Ada
yang dilaksanakan secara kecil-kecilan dengan hanya sebatas menjamu para
undangan dengan makanan sekedarnya atau bahkan ada yang merayakannya secara
besar-besaran,dengan memakan waktu berhari-hari dan dengan beraneka ragam
hiburan dan makanan yang disajikan hingga terkesan berlebihan.
Perayaan semacam itu telah ada sejak
zaman Rosululloh S.A.W yang dikenal dengan sebutan walimatul ‘ursy. perayaan tersebut memang telah dianjurkan oleh
Rosululloh S.A.W dengan maksud pengaplikasian rasa syukur atas nikmat yang
diberikan oleh Allah yaitu dengan terselenggaranya akad nikah.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis
dapat merumuskan masalah yaitu :
1. Apakah Walimah ?
2. Bagaimana Hak dan Kewajiban Suami dan Istri?
3. Proses Pernikahan dalam hukum Islam ?
1.3. Batasan Masalah
Agar
pembahasan materi yang diuraikan dalam maklah ini tetap terarah dan tidak
simpang siur, maka penulis membatasi masalahnya yaitu hanya menguraikan tentang
Walimah, Hak dan Kewajiban suami dan Istri.
1.4. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini diantaranya:
1. Menjelaskan Makna, Hukum dan Batas Walimah,
2. Menjelaskan Hak Bersama Suami Istri, Adab Suami Kepada Istri dan
Adab
Isteri Kepada Suami
3. Proses Penikahan dalam hukum Islam.
1.5. Manfaat
Penulisan
Penulis berharap penulisan makalah ini akan memberikan manfaat berupa:
1. Pengetahuan pembaca tentang Walimah.
2. Pemahaman pembaca tentang Hak dan Kewajiban suami dan istri
3. Pengetahuan tentang Proses Penikahan dalam hukum islam
BAB II
PEMBAHASAN
1.1.
Walima
A. Makna Walimatul
Walimah berasal dari kata Al walmu, sinonimnya adalah Al
ijtima artinya berkumpul yang menurut Al azhary adalah karena kedua suami
istri itu berkumpul atau pada saat yang sama banyak orang berkumpul.
Adapun yang dimaksud dengan walimah itu
adalah makanan yang disediakan dalam pesta (hajat atau kenduri) atau
makanan yang disediakan untuk para undangan. Dalam pengertian masyarakat kita,
walimah tidak terletak pada hidangannya, tetapi pada keramaiannya walaupun
tentunya tidak terlepas dari hidangan.
Sedangkan walimah dalam literatur
arab secara arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan
untuk perhelatan diluar perkawinan. Berdasarkan pendapat ahli bahasa diatas
untuk selain kesempatan perkawinan tidak digunakan kata walimah meskipun juga
menghidangkan makanan.Sedangkan definisi yang terkenal di kalangan ulama walimatul ‘ursy diartikan
dengan perhelatan dalam rangka mensyukuri nikmat Alloh atas telah terlaksananya
akad perkawinan dengan menghidangkan makanan.
B. Hukum Walimatul ‘ursy
Hukum walimatul ‘ursy
adalah sunnah menurut jumhur ulama. Sebagian ulama
mewajibkan walimah karena adanya perintah Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam dan wajibnya memenuhi
undangan walimah.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Abdurrahman bin
‘Auf radiyallahu ‘anhu ketika dia mengkhabarkan
bahwa dia telah menikah “Adakanlah walimah
walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dan juga Nabi sallallahu ‘alaihi
wa sallam mengadakan walimah ketika menikah dengan Zainab, Sofiyyah, dan
Maimunah binti Al-Harits. Mengenai ukuran atau
kadar dari pesta perkawinan, sebagian ahli
ilmu berperdapat bahwa tidak kurang dari
satu ekor kambing dan yang lebih utama adalah
lebih dari itu. Seperti yang difahami
dari hadits Abdurrahman bin ‘Auf di atas:
“Adakanlah walimah walaupun hanya dengan
menyembelih seekor kambing” (HR. Bukhari dan
Muslim). Dan ini jika diberi kelebihan
rezeki oleh Allah kepadanya. Dan jika tidak mampu maka
sesuai dengan kadar kemampuannya. Rasulullah juga
mengadakan walimah ketika menikah dengan Sofiyyah berupa makanan
khais yaitu tepung, mentega dan keju yang dicampur kemudian diletakkan
diatas nampan. Hal ini menunjukkan bolehnya
mengadakan walimah tanpa menyembelih kambing
dan juga boleh mengadakannya walaupun
dengan yang lebih sederhana dari itu.
C. Batasan Walimatul ‘Ursy
Secara terperinci tidak ditemukan dalil-dalil yang menyatakan secara jelas batasan-batasan tentang penyelenggaraan walimatul
‘ursy. Batasan walimatul ‘ursy secara garis besar adalah ketika
sebuah pesta tersebut dalam penyelenggaraannya dibubuhi atau dicanpuri dengan
hal-hal yang melanggar hukum syar’i.
Pada dasarnya pesta perkawinan dalam islam lebih ditekankan
pada kesederhanaan, kebahagiaan dan kesenangan (murah meriah), karena mereka
(kaum muslimin yang taat) selalu mengikuti firman Allah yang artinya.:
Dari ayat diatas seharusnya kita sebagai orang yang beriman kepada kitab
suci Al-qur’an harus benar-benar memperhatikan ayat diatas.yang mana
Allah yang maha pemurah dan bijaksana telah memberitahukan kepada kita bahwa
Allah tidak akan membebani hambanya terhadap sesuatu hal yang memberatkan
umatnya. Namun, kita sebagai umat yang dikasihani kenapa masih saja membebani
diri sendiri untuk mengadakan pesta walimatul ‘ursy dengan tidak
menyesuaikan kemampuan keberadaan kita hanya karena kesombongan semata.
Selain itu, sebagian dari
ijma’ para ulama’ tentang hal-hal yang dapat menjadi kelonggaran kepada yang
diundang dalam walimatul ‘ursy juga termasuk hal-hal yang dapat
dijadikan sebagai batasan dalam penyelenggaraan walimatul ‘ursy. karena
ketika para ulama telah sepakat untuk melonggarkan atau memperbolehkan kita
untuk tidak menghadiri walimatul ‘ursy yang hukum asalnya wajib maka hal
tersebut berarti ada hal-hal yang memang melanggar dari ketentuan syari’at
Islam.
Adapun hal-hal tersebut adalah:
1.
Dalam walimah dihidangkan makanan dan minuman yang diyakininya tidak
halal. Ketika dalam acara walimah itu kita mengetahui dengan jelas bahwa ada
hidangan yang diharamkan oleh syariat islam maka acara tersebut merupakan acara
yang sudah menyimpang dari apa yang diajarkan oleh Rosululloh S.A.W.karena
Allah telah memerintahkan kepada kita untuk memakan makanan yang sesuai dengan
perintah Allah S.W.T. yang artinya: Hai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu.(Q.S.Al-Baqoroh : 168)
Firman diatas diperuntukkan kepada semua manusia tanpa
terkecuali untuk memakan apa saja yang ada di bumi ini yang penting termasuk
dalam kategori halal dan baik dan ayat terebut juga mengingatkan kepada kita
untuk janganlah sekali-kali kita mengikuti perintah syaitan yang selalu membawa
kita kepada kesesatan yang mana salah satu upayanya yaitu selalu membisiki kita
untuk melanggar salah satu perintah Allah yaitu memakan makanan yang haram.karena
dengan kita memakan makanan tersebut maka hidayah Allah akan sulit masuk
kedalam hati kita sehingga dengan begitu kita akan sulit untuk menjalankan
perintah Allah S.W.T.
2.
Yang diundang hanya orang-orang kaya dan tidak mengundang orang-orang
miskin.
Hal tersebut sangatlah wajar. Karena pada hakekatnya
pelaksanaan walimatul ‘ursy bukan hanya sekedar untuk berpesta pora
melainkan juga untuk membagi kebahagiaan kapada para fakir miskin. Hal tersebut
juga telah dijelaskan dalam firman Allah S.W.T. yang artinya: Dan berikanlah
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros.
3.
Dalam rumah tempat walimah itu terdapat perlengkapan yang
haram.
Ketika di tempat terselenggaranya walimah tersebut
terdapat perlengkapan yang diharamkan oleh agama maka acara tersebut sudah
tidak sesuai dengan batasan walimah yang dianjurkan oleh agama.yang salah
satunya contoh dari peralatan tersebut telah dijelaskan dalam hadits Rosul yang
artinya: “Dari Hudzaifa Al-Yaman R.A. Ia berkata: Rosululoh S.A.W. bersabda:
“ janganlah kamu minum dangan bejana emas dan perak dan janganlah kamu makan
dengan piring emas dan perak, karena Ia untuk mereka (orang kafir) di
dunia dan untuk Kamu nanti di akhirat.(muttafaq alaih).”
Hadits diatas merupakan salah satu hadits yang
menyebutkan tentang salah satu perlengkapan yang diharamkan bagi umat islam
dalam setiap kesempatan.maka dari itu penulis menggunakan hadits tersebut
sebagai landasan untuk batasan walimatul ‘ursy karena hadits tersebut
bersifat umum.
Selain itu juga termasuk perlengkapan yang tidak sesuai
dengan ajaran agama adalah pemakaian cincin emas kepada mempelai pria . Karena
dalam islam hukum lelaki memakai emas adalah haram. Meskipun hal tersebut sudah
menjadi tradisi dalam sebagian masyarakat kita.namun dalam agama kita tetap
saja tidak dibenarkan. sebagai mana dalam hadits dijelaskan:
احل الذِّهبُ وَاالحريرللا ناث من امّتي وحرِّم على ذكورها
Artinya:
“emas dan sutera dihalalkan untuk wanita dari umatku dan diharamkan atas
laki-lakinya.(H.R.Ahmad, Shahih Ibnu Maajah)
4. Dalam walimah
diadakan permainan yang menyalahi aturan agama.
Satu hal lagi yang dapat dijadikan batasan dalam walimah
adalah jangan sampai terdapat permainan yang dilarang oleh agama. hal tersebut
telah membudaya bagi sebagian mayarakat kita. Bukan hanya permainan saja
melainkan hiburan juga banyak yang menyimpang dari ajaran agama.sebagai mana
yang telah menjadi tradisi di zaman sekarang yaitu dipertontonkannya para
wanita dengan berbagai pakaian mini dambil menyanyikan lagu dan tidak
ketinggalan sengan berbagai tariannya yang sangat tidak pantas untuk
diperlihatkan kepada kalangan umum.
2.2. Hak dan Kewajiban Suami/Istri dalam Islam
Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan
tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang
di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A.
Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri
- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
- Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
- Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
- Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
- Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
- Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
- Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
- Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
- Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
- Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
- Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
- Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
- Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
- Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
- Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
- Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
- Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
- Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
- Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
- Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
- Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
- Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
Adab Isteri Kepada Suami
- Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
- Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
- Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
- Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
- Menyerahkan dirinya,
- Mentaati suami,
- Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
- Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
- Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
- Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
- Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
- Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
- Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
- Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
- Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
- Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
- Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
- Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
- Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
- Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)
2.3. Proses Pernikahan
dalam Hukum Islam
Sesungguhnya Islam telah
memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan,
lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah. Sehingga mereka
yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di
masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang.Pada risalah yang singkat ini, kami akan mengungkap tata cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang hanya dengan cara inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah). Sehingga orang-orang yang mengamalkannya akan berjalan di atas landasan yang jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang dilakukannya. Dalam masalah pernikahan sesunggguhnya Islam telah mengatur sedemikian rupa. Dari mulai bagaimana mencari calon pendamping hidup sampai mewujudkan sebuah pesta pernikahan. Walaupun sederhana tetapi penuh barakah dan tetap terlihat mempesona. Islam juga menuntun bagaimana memperlakukan calon pendamping hidup setelah resmi menjadi sang penyejukhati.
Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan menurut Islam secara singkat.Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah
- Minta Pertimbangan
Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya. - Shalat Istikharah
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan.
Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan. - Khithbah (peminangan)
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu: - Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya (masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-lain).
- Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya.
Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka
tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya,
dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)
Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.
sallam bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka
tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya,
dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)
Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.
- Melihat Wanita yang
Dipinang
Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnyaDari Jabir radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya."
Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832). Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di antaranya adalah: - Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
- Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya.
- Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi: - Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
- Adanya ijab qabul.
Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:
Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi shallallahu alaihiwa sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-Quran dan Sahl menerimanya. - Adanya Mahar (mas
kawin)
Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya
menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu
dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya.
Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu
Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)
- Adanya Wali
Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no.
1836). - Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim
- Adanya Saksi-Saksi
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).
Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa walimah itu adalah makanan yang disediakan dalam pesta (hajat atau kenduri)
atau makanan yang disediakan untuk para undangan. Dalam pengertian masyarakat
kita, walimah tidak terletak pada hidangannya, tetapi pada keramaiannya
walaupun tentunya tidak terlepas dari hidangan.
Definisi yang terkenal di kalangan
ulama walimatul ‘ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka
mensyukuri nikmat Alloh atas telah terlaksananya akad perkawinan dengan
menghidangkan makanan.
Hukum walimatul ‘ursy
adalah sunnah menurut jumhur ulama. Sebagian ulama
mewajibkan walimah karena adanya perintah Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam dan wajibnya memenuhi
undangan walimah
Hak Bersama Suami Istri
- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
- Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
- Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
- Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Tata cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam yang hanya dengan cara inilah kita terhindar dari jalan yang
sesat (bidah). Sehingga orang-orang yang mengamalkannya akan berjalan di atas
landasan yang jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang
dilakukannya
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Internet :
http://www.khabib.staff.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
"orang yang baik selalu mengucap salam bila berkunjung"