Latar Belakang Masalah
Seolah-olah
nurani tidak lagi diyakini oleh para remaja, lebih-lebih apabila melihat
banyaknya tawuran pelajar akhir-akhir ini. Dengan garangnya api kebencian
merasuki pelajar seperti mafia hendak menunjukkan keperkasaannya. Dan
kekerasan, dianggap sebagai solusi yang paling tepat dalam menyelesaikan suatu
masalah tanpa memikirkan akibat-akibat buruk yang ditimbulkan.
Pada saat bersamaan masyarakat hanya bisa menyaksikan kekerasan demi kekerasan terjadi dihadapan mereka. Dan seringkali mencaci perbuatan mereka tanpa berusaha mencari solusi yang bijak akan permasalahan tersebut. Memojokkan mereka dari sudut pandang negatif permasalahan yang ada. Seolah-olah seperti seorang terdakwa yang telah mendapat vonis hukum, yang dipastikan sebentar lagi akan dimasukkan kedalam penjara.
Padahal sebenarnya tidak bisa dikatakan sepenuhnya bahwa kesalahan itu berasal dari dalam diri atau faktor internal pelajar sendiri. Masyarakat yang peduli terhadap lingkungan remaja menjadi sangat penting untuk menciptakan suasana yang bersahabat dengan mereka. Masyarakat sering tidak peka terhadap respon yang ditimbulkan remaja. Sehingga tidak sedikit remaja mengalami semacam gejolak jiwa yang berupa agresi guna menunjukkan keberadaan mereka dalam suatu lingkungan.
Pada saat bersamaan masyarakat hanya bisa menyaksikan kekerasan demi kekerasan terjadi dihadapan mereka. Dan seringkali mencaci perbuatan mereka tanpa berusaha mencari solusi yang bijak akan permasalahan tersebut. Memojokkan mereka dari sudut pandang negatif permasalahan yang ada. Seolah-olah seperti seorang terdakwa yang telah mendapat vonis hukum, yang dipastikan sebentar lagi akan dimasukkan kedalam penjara.
Padahal sebenarnya tidak bisa dikatakan sepenuhnya bahwa kesalahan itu berasal dari dalam diri atau faktor internal pelajar sendiri. Masyarakat yang peduli terhadap lingkungan remaja menjadi sangat penting untuk menciptakan suasana yang bersahabat dengan mereka. Masyarakat sering tidak peka terhadap respon yang ditimbulkan remaja. Sehingga tidak sedikit remaja mengalami semacam gejolak jiwa yang berupa agresi guna menunjukkan keberadaan mereka dalam suatu lingkungan.
Hal itu menimbulkan gejolak jiwa berupa
kepenatan yang membumbung menjadi gundukan stress dan mencari sebuah
pelampiasan. Hal tersebut seringkali tersalurkan dalam perbuatan negatif,
berkumpul dengan sekelompok preman dan secara tidak langsung menjadi bagian
dari mereka. Karena didalam kelompok barunya, mereka mendapat pengakuan
sebagaimana yang selama ini tidak didapatkan dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Dari situlah dimulainya pembelajaran kekerasan, dilingkungan baru yang tanpa
kenal akan aturan, norma, adat, dan kesusilaan. Yang berlaku adalah hukum
anarkisme, kriminalisme, premanisme, rimbaisme yang kesemuanya itu selalu
mengedepankan otot dari pada otak. Dan yang terjadi adalah wujud nyata mereka
yaitu seorang pelajar namun substansinya adalah preman yang belajar. Itulah
sekilas kenyataan akan adanya jiwa mafia dalam diri seorang pelajar yang
berpotensi menimbulkan kenakalan pelajar yang terutama berupa tawuran. Sehingga
tidak asing lagi hanya sekedar saling pandang dapat menimbulkan tawuran.
Sungguh ironis memang apa yang terjadi di dunia pelajar, yang sebenarnya
dituntut untuk belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Dengan harapan
mereka bisa berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.
Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian
dari budaya bangsa Indonesia. Sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya
masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu
menghiasi media massa.
Bukan hanya tawuran antar pelajar saja
yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara
, antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita.
Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar
remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu
dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa
perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan
masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan
geng/kelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji
seperti itu. Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah yang sangat
sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya
sebagai sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya dendam Dengan rasa
kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang
disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugikan seorang siswa atau
mencemarkan nama baik sekolah tersebut.
Sebenarnya jika kita mau melihat lebih
dalam lagi, salah satu akar permasalahannya adalah tingkat kestressan siswa
yang tinggi dan pemahaman agama yang masih rendah. Sebagaimana kita tahu bahwa
materi pendidikan sekolah di Indonesia itu cukup berat . Akhirnya stress yang
memuncak itu mereka tumpahkan dalam bentuk yang tidak terkendali yaitu tawuran.
Dari aspek fisik,tawuran dapat menyababkan kematian dan luka berat bagi para
siswa.
Kerusakan
yang parah pada kendaraan dan kaca gedung atau rumah yang terkena lemparan
batu.sedangkan aspek mentalnya , tawuran dapat menyebabkan trauma pada para
siswa yang menjadi korban, merusak mental para generasi muda, dan menurunkan
kualitas pendidikan di Indonesia.
Setelah kita tahu akar permasalahannya , sekarang yang terpenting adalah
bagaimana menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan ini. Dalam
hal ini, seluruh lapisan masyarakat yaitu, orang tua , guru/sekolah dan
pemerintah.
Pendidikan yang paling dasar dimulai dari
rumah.Orang tua sendiri harus aktif menjaga emosi anak. Pola mendidik juga
barangkali perlu dirubah.Orang tua seharusnya tidak
mendikte
anak, tetapi memberi keteladanan.Tidak mengekang anak dalam beraktifitas yang
positif. Menghindari kekerasan dalam rumah tangga sehingga tercipta suasana
rumah yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang si anak Menanamkan dasar-dasar
agama pada proses pendidikan.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja
digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency).
Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis
delikuensi yaitu situasional dan sistematik.1. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
2. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
2. Tinjauan psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian pelajar
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
Tidak kalah penting adalah membatasi anak
melihat kekerasan yang ditayangkan Televisi. Media ini memang paling jitu dalam
proses pendidikan.Orang tua harus pandai-pandai memilih tontonan yang positif
sehingga bisa menjadi tuntunan buat anak.Untuk membatasi tantonan untuk usia
remaja memang lumayan sulit bagi orang tua.Karena internetpun dapat diakses
secara bebas dan orang tua tidak bisa membendung perkembangan sebuah teknologi
Filter
yang baik buat anak adalah agama dengan agama si anak bisa membentengi dirinya
sendiri dari pengaruh buruk apapun dan dari manapun.Dan pendidikan anak tidak
seharusnya diserahkan seratus persen pada sekolah. Peranan sekolah juga sangat
penting dalam penyelesaian masalah ini. Untuk meminimalkan tawuran antar
pelajar, sekolah harus menerapkan aturan tata tertib yang lebih ketat, agar
siswa/i tidak seenaknya keluyuran pada jam – jam pelajaran di luar sekolah.
Yang kedua peran BK ( Bimbingan Konseling harus diaktifkan dalam rangka
pembinaan mental siswa, Membatu menemukan solusi bagi siswa yang mempunyai
masalah sehingga persoalan-persoalan siswa yang tadinya dapat jadi pemicu
sebuah tawuran dapat dicegah. Yang ketiga mengkondisikan suasana sekolah yang ramah dan
penuh kasih sayang . Peran guru disekolah semestinya tidak hanya mengajar tetapi
menggatikan peran orang tua mereka. Yakni mendidik.Yang keempat penyediaan
fasilitas untuk menyalurkan energi siswa.
Contohnya menyediakan program
ektra kurikuler bagi siswa.Pada usia remaja energi mereka tinggi, sehingga
perlu disalurkan lewat kegiatan yang positif sehingga tidak berubah menjadi
agresivitas yang merugikan. Dalam penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler Ini
sekolah membutuhkan prasarana dan sarana, seperti arena olahraga dan
perlengkapan kesenian, yang sejauh ini di banyak sekolah belum memadai, malah
cenderung kurang. Oleh karenanya, pemerintah perlu mensubsidi lebih banyak lagi
fasilitas olahraga dan seni.
Dari segi hukum demikian juga.Pemerintah harus
tegas dalam menerapkan sanksii hukum Berilah efek jerah pada siswa yang melakukan
tawuran sehingga mereka akan berpikir seratus kali jika akan melakukan tawuran
lagi.Karena bagaimanapun mereka adalah aset bangsa yang berharga dan harus
terus dijaga untuk membangun bangsa ini. Perubahan sosial yang diakibatkan karena sering
terjadinya tawuran, mengakibatkan norma-norma menjadi terabaikan. Selain
itu,menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek hubungan social masyarakatnya..
Dalam bukunya yang berjudul “Dinamika
Masyarakat Indonesia”, Prof. Dr. Awan Mutakin, dkk berpendapat bahwa sistem
sosial yang stabil ( equilibrium ) dan berkesinambungan ( kontinuitas )
senantiasa terpelihara apabila terdapat adanya pengawasan melalui dua macam
mekanisme sosial dalam bentuk sosialisasi dan pengawasan sosial (kontrol
sosial).
- Sosialisasi maksudnya adalah suatu proses dimana individu mulai menerima dan menyesuaikan diri kepada adapt istiadat ( norma ) suatu kelompok yang ada dalam sistem social , sehingga lambat laun yang bersangkutan akan merasa menjadi bagian dari kelompok yang bersangkutan.
- Pengawasan sosial adalah, “ proses yang direncanakan atau tidak direncanakan yang bertujuan untuk mengajak, mendidik atau bahkan memaksa warga masyarakat, agar mematuhi norma dan nilai”. Pengertian tersebut dipertegas menjadi suatu pengendalian atau pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya. (Soekanto,1985:113).
Berbagai pertanyaan itu akan senantiasa timbul dan secara tidak langsung seolah menyindir masyarakat karena sejatinya masyarakat adalah bagian dari mereka. Apabila masyarakat mau sadar sebenarnya sebagai bagian dari lingkungan yang ada disekitar mereka, seolah memaksa remaja untuk mencari solusi negatif. Hal itu dikarenakan seringnya masyarakat tidak menghargai dan menghormati mereka bahkan dengan kata lain sering menyepelekan keberadaan mereka.
Banyak keluarga yan tidak memperhatikan anaknya, banyak sekolah yang hanya terfokus terhadap kegiatan belajar mengajar saja tanpa memperhatikan sisi psikologis anak didiknya. Banyaknya masyarakat acuh tak acuh dengan keberadaan mereka. Hingga bangsa ini yang kurang memperhatikan dunia remaja.
Padahal sebenarnya para remaja hanya ingin diperhatikan, diakui, dihargai dan dihormati oleh lingkungan disekitar mereka. Banyak hal yang perlu untuk diperbaiki guna memperbaiki keadaan yang ada.
Itulah sekilas betapa pentingnya masyarakat tahu bagaimana masalah ini perlu untuk dikaji. Sehingga diharapkan masyarakat dapat meminimalisir segala bentuk potensi-potensi yang menimbukan kejadian tersebut, yang terutama sekali adalah tawuran pelajar.
Karena kita tahu bahwasanya dampak tawuran tidak hanya pada pelaku tawuran itu sendiri. Namun akan berpengaruh juga terhadap lingkungan sekitarnya. Seperti rusaknya bangunan umum, kemacetan, sehingga menimbulkan proyeksi gangguan dalam aktivitas masyarakat sehari-hari.
Ditinjau Dari Aspek Biologi
Ditinjau dari aspek ini menurut Paul Maclean seorang ahli neorologi mengenai tawuran pelajar
Terjadi karena adanya prosess alamiah yang dihadapi oleh otak manusia. Paul Maclean menyebutkan otak manusia terdiri dari tiga bagian yang dinamakan triune brain. Dan masing-masing otak mempunyai fungsi masing-masing.
Otak paling rendah dinamakan reptile brain dan seing disebut juga primitf brain yang berfungsi mengatur fisik kita agar tetap hidup, mengelola gerak reflex, mengendalikan gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses informasi yang ditangkap oleh panca indra. Dan pada saat menghadapi ancaman atau keadaan berbahaya cenderung untuk memberikan reaksi melawan atau lari.
Ketika ada suatu kejadian tawuran, ancaman akan datang walaupun sebenarnya tidak keinginan untuk melakukan sebuah pekelahian. Dikarenakan reaksi dari primitif otak yang mengambil ancaman dan sekaligus membalasnya dengan sebuah perlawanan, maka akan timbulah sebuah perlawanan yang berujung kepada perkelahian. Itulah sekilas proses alamiah perkelahian pelajar yang mendasari tawuran terjadi apabila dipandang dari aspek biologi.
* * * * *
KESIMPULAN
Berdasarkan
analisis di atas, ditemukan bahwa perilaku menyimpang pelajar adalah kenakalan
pelajar yang biasanya dilakukan oleh pelajar-pelajar yang gagal dalam menjalani
proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa
kanak-kanaknya, Penyimpangan biasanya dilihat dari perspektif orang yang bukan
penyimpang. Untuk menghargai penyimpangan adalah dengan cara memahami, bukan
menyetujui apa yang dipahami oleh penyimpang.
Kenakalan pelajar dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor
antara lain; adanya pengaruh kawan sepermainan, kegagalan dalam pendidikan,
banyaknya waktu luang, pemberian uang saku yang berlebihan, dan pergaulan sex
bebas. Pelajar
yang demikian, besar kemungkinan untuk melakukan kenakalan atau perilaku
menyimpang. Demikian juga dari adanya disorganiasi sosial dalam keluarga yang
dialami oleh pelajar, maka akan melakukan perilaku menyimpang atau kenakalan
pada tingkat tertentu. Sebaliknya bagi keluarga yang harmonis dan utuh maka
kemungkinan anak-anaknya melakukan perilaku menyimpang sangat kecil, apalagi
kenakalan khusus.
Berdasarkan kenyataan di
atas, maka untuk memperkecil tingkat perilaku menyimpang pelajar, maka perlu
kiranya orangtua menjaga dan mempertahankan keutuhan keluarga dengan
mengoftimalkan fungsi sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan
sosial yang berorientasi pada keluarga dan lingkungannya, pengenalan agama
lebih dini dan mengamalkannya di kehidupan sehari-hari.
Untuk menindak lanjuti itu semua sebaiknya masyarakat yang meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat sadar betapa pentingnya mereka menjaga kestabilan remaja dengan memberi ruang yang cukup kepada mereka untuk berekspresi. Sehingga mereka mendapatkan kenyamanan yang cukup di mana mereka berada. Pengakuan masyarakat yang selama ini mereka idamkan, sambutan keluarga yang mereka impikan dan sekolah yang nyaman untuk meningkatkan potensi mereka.
Dengan hal-hal tersebut diharapkan masyarakat bisa meminimalisasi potensi-potensi yang ada guna menimbulkan remaja yang kreatif, aktif, produktif dan berpotensi menjadi generasi penerus yang baik.
Saran
Menyikapi berbagai fenomena kenakalan remaja khususnya tawuran pelajar yang telah disampaikan diatas penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut;
1.
Sedari sekarang masyarakat harus sadar akan pentingnya peran mereka dalam
membentuk
lingkungan yang
kondusif.
2. Keluarga sebagai elemen dasar
sebuah bangunan pendidikan agar lebih aktif dalam
memperhatikan anak-anaknya, pentingnya menciptakan demokratisasi dalam
keluarga.
3.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidik seharusnya memperhatikan potensi-potensi
dasar
peserta didik untuk lebih meningkatkan daya
kreativitas mereka.
4. Adanya system penanganan yang lebih tepat apabila diketemukan tawuran pelajar.
4. Adanya system penanganan yang lebih tepat apabila diketemukan tawuran pelajar.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus